Teh merupakan salah satu tumbuhan yang populer
di dunia. Tanaman teh tumbuh dengan baik di daerah tropis dan sub tropis. Teh
dibuat dari pucuk daun
muda tanaman Camelia sinesis L (Gambar 1). Teh adalah minuman
yang paling banyak dikonsumsi di dunia kedua setelah air. Tanaman teh dibagi
menjadi empat jenis yaitu teh hijau, teh putih, teh oolong dan teh hitam. Perbedaan
pada keempat jenis teh tersebut adalah dalam proses fermentasinya. Teh hijau
mengalami proses panas segera setelah proses panen, hal ini ditujukan untuk
mencegah katekin mengalami proses oksidasi, teh putih terbuat dari daun teh
yang sangat muda atau tunas, sedangkan teh oolong dilakukan proses fermentasi
secara singkat dan teh hitam dilakukan proses fermentasi secara penuh (Mostafa, 2014; Gupta, dkk., 2014; Jigisha,
dkk., 2012).
![]() | ||
Pucuk daun teh hijau PT.Kemuning Karanganyar (Diadops dari Disertasi Naniek Widyaningrum, 2013) |
![]() |
Tanaman teh jenis Camellia sinensis PT.Kemuning Karanganyar (Diadops dari Disertasi Naniek Widyaningrum, 2013) |
Pada saat panen,
daun teh mengandung senyawa katekin dengan kadar yang tinggi, katekin ini
termasuk golongan polifenol, dengan sifat katekin yang mudah terdegradasi oleh
panas, maka kandungan katekin pada berbagai jenis teh berbeda.
Aktivitas antibakteri dapat dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya
yaitu mekanisme kerja melalui penghambatan sintesis dinding sel, melalui hambatan
fungsi membran sel, melalui perubahan
polaritas permukaan protein dan menghambat sintesis protein, serta melalui hambatan
sintesis asam nukleat. Mekanisme kerja EGCG sebagai antibakteri yaitu mengubah polaritas permukaan protein dan
secara reversibel menghambat β-ketoasil-(asil protein pembawa) reduktase dari
bakteri, memodifikasi enzim protein diikuti oleh agregasi sehingga menyebabkan
kematian bakteri (Bing-Hui Li dkk., 2006). EGCG merupakan golongan flavan
turunan fenol bekerja sebagai antiseptik dan desifektan dengan cara mendenaturasi dan mengkoagulasi protein
sel bakteri. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses
adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen diikuti penetrasi fenol ke dalam sel
dan menyebabkan presipitasi, denaturasi dan koagulasi protein sehingga membran
sel mengalami lisis. Turunan fenol juga dapat mengubah permeabilitas membran
sel bakteri, dapat menimbulkan kebocoran konstituen sel yang essensial sehingga
bakteri mengalami kematian.
Bakteri memiliki 70S
ribosom, sedangkan sel mamalia termasuk manusia memiliki 80S ribosom. Subunit
masing-masing tipe ribosom, komposisi kimianya dan spesifikasi fungsinya
berbeda, sehingga dapat menerangkan bahwa antibakteri dapat menghambat sintesis
protein dalam ribosom bakteri tanpa berpengaruh pada ribosom mamalia.
Penelitian lain
menyatakan bahwa Epigallocathechin
gallate pada daun teh hijau
EGCG merupakan agen bakterisida yang
efektif terhadap strain Acinetobacter
baumanii yang resisten terhadap antibiotik (Osterburg dkk., 2009). EGCG
secara signifikan juga dapat mengurangi sebum jerawat dalam 8 minggu (Yoon
dkk., 2013).
Teh hijau juga berfungsi sebagai
antioksidan, anti inflamasi, anti kanker, kesehatan jantung, kesehatan mulut,
dan sebagai antibakteri. Efek antioksidan yang
berasal dari teh hijau yaitu dengan membatasi jumlah radikal bebas dengan
cara mengikat spesies oksigen reaktif (ROS) (Gupta dkk., 2014; Jigisha et al,
2012.; Reygaert, 2014). Teh hijau juga berkhasiat sebagai anti kanker, dengan mekanisme menghambat
angiogenesis dan pertumbuhan
sel kanker (Jigisha, dkk., 2012; Reygaert, 2014; Subramani dan
Natesh, 2013).
Teh hijau juga
memiliki efek kesehatan bagi
mulut, gigi dan
gusi. Penyebab utama dari karies gigi adalah bakteri Streptococcus mutans dan teh hijau mampu membunuh bakteri tersebut,
selain itu teh hijau adalah sumber alami fluorida sehingga dapat menjaga
kesehatan mulut secara keseluruhan (Gupta, dkk., 2014; Jigisha,dkk., 2012)
Teh hijau memiliki
efek antibakteri terhadap berbagai Gram positif
dan bakteri Gram negatif
seperti Escherichia coli, Salmonella
spp., Staphylococcus aureus, Enterococcus sp., beberapa jamur (Candida albicans), dan berbagai virus
(misalnya HIV, herpes simpleks, influenza)
(Jigisha dkk., 2012;
Steinmann dkk., 2013). Teh
hijau dengan kombinasi tanaman
lotus dapat menurunkan aktivitas sebum pada kelenjar sebasea (Mahmood dkk.,
2013), teh hijau konsentrasi 3% dapat mengurangi pigmentasi dan iritasi pada
kulit (Akhtar dkk., 2011).
EGCG pada daun teh hijau merupakan senyawa flavonoid golongan flavan. Menurut Nagle, dkk. (2006), Butt dan Sultan. (2009)
jenis polifenol dalam teh hijau adalah EGCG, epicatechin (EC), epicatechin
gallate (ECG) dan epigallocatechin
(EGC) dengan kandungan
masing-masing polifenol dalam teh hijau adalah EGCG (51,88%), EC (12,24%), ECG
(6,12%) dan EGC (5,5%). Berdasarkan keempat jenis polifenol, EGCG merupakan zat
yang paling bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri.
Teh hijau yang diseduh memberikan warna hijau kekuningan,
sedangkan teh oolong memberikan warna kemerahan dan teh hitam memberikan warna
kecoklatan. Hal ini disebabkan proses oksidasi pada teh hijau adalah ikatan
depsidik yang bersifat reversibel, sedangkan proses oksidasi pada teh oolong
dan teh hitam yang mengalami proses fermentasi, sifat oksidasinya berupa
kondensasi oksidatif yang bersifat irreversibel (Mizooku, 2003). EGCG dapat terjadi perubahan warna
menjadi kuning pada kondisi pH yang lebih tinggi dalam larutan air. Berdasarkan
penelitian Mizooku (2003) proses oksidasi yang dianalisis dengan liquid chromatography/electrospray
ionization tandem mass spectrometry (LC/ESI-MS/MS) ditemukan hubungan
struktur EGCG yang melibatkan reaksi perubahan warna pada kondisi pH yang berbeda.
Oksidasi ditemukan sesuai dengan M + 14 (di mana M adalah berat molekul EGCG),
EGCG melepaskan dua atom hidrogen dan mengikat satu atom oksigen ke bagian galloyl di cincin B yang bersifat
reversibel, sedangkan proses kondensasi
oksidatif catechin (dasar
terbentuknya zat samak merah apabila terjadi reaksi) pada teh hitam dan teh
oolong bersifat irreversibel.
Berdasarkan penelitian
sebelumnya, mekanisme EGCG dalam membunuh bakteri yaitu
EGCG memiliki daya bunuh bakteri dengan cara reversibel menghambat β-ketoasil-[asil protein pembawa]
reduktase (FabG) dari bakteri Escherichia
coli. EGCG dapat memodifikasi enzim (FabG) diikuti oleh agregasi dari
protein, hal ini disebabkan karena EGCG mengubah polaritas permukaan protein
(Bing-Hui Li dkk., 2006).
Note : Sebagai bagian dari tugas pelatihan applied approach
Tidak ada komentar:
Posting Komentar